Senin, 24 Oktober 2011

SISI LAIN dari SEBUAH TRADISI “ZIARAH KUBUR”


1.    Prolog
Sebagian dari masyarakat di Indonesia menjadikan ziarah kubur sebagai suatu rutinan mingguan atau tahunan yang pasti di lakukan dengan istiqomah. Hal ini tidak dapat di bantah lagi karena, kenyataan yang ada memang membuktikan bahwa banyak dari kelompok masyarakat yang mentradisikan ziarah kubur, bahkan banyak dari mereka yang berbondong-bondong ziarah ke suatu makam yang dianggap sebagai makam keramat/suci.
Dalam melakukan rutinitas ziarah kubur ternyata banyak dari masyarakat yang datang ke pemakaman serta membawa bunga-bunga untuk di taburkan di atas makam keluarga, tokoh masyarakat atau seseorang yang dianggap mulya, dengan berbagai tujuan di dalam menaburkan bunga, mereka seakan-akan lega dan plong jika sudah melihat pemakaman keluarga, tokoh masyarakat atau orang yang di anggap mulia sudah tertaburi dengan aneka macam bunga.
Dan bukan hanya itu hal yang menjadikan ziarah kubur itu menarik untuk dibahas lebih lanjut, karena disamping bunga-bunga yang ditaburkan di atas kuburan, waktu pun juga menjadi faktor di mana seseorang mau meluangkan waktunya untuk mengunjungi saudaranya yang telah terlebih dahulu meninggal, lalu apa sebenarnya arti dari semuanya ini?
Hal-hal menarik yang perlu di bahas dalam ziarah kubur :
1.    Di khususkannya hari-hari tertentu untuk ziaroh
Bagi kebanyakan orang tidaklah setiap hari itu menjadi waktu yang “pas” untuk berziarah ke makam-makam, layaknya hari-hari besar islam, yang sudah ada ketentuan waktu untuk merayakannya, berziarah pun juga memiliki waktu-waktu tertentu yang mereka yakini sendiri sebagai kondisi yang afdhol untuk melakukan aktivitas ziaroh tersebut. Lebih-lebih masyarakat yang masih memegang teguh adat “kejawen” yang tidak boleh di tinggalkan sebagai identitas budaya yang dimiliki.
Adat yang selama ini berlaku yakni hari kamis lebih-lebih kamis “malam jum’at kliwon” dipastikan menjadi “primadona” bagi pemegang teguh warisan budaya jawa, bahkan ini memberi pengaruh pada orang lain yang tidak ber-adat-kan jawa sehingga ikut-ikutan ziarah makam pada hari kamis. Bermacam-macam pendapat yang mendasari hal itu, ada yang mengatakan itu merupakan warisan budaya yang tidak jelas asal usulnya, dan ada pula yang menganggap itu terdapat makna tersendiri dibaliknya, seperti yang di ungkapkan oleh Arif Wibisono S.Sos, lelaki asal Pamekasan pulau garam Madura yang merupakan kolektor barang-barang antik ini mengatakan bahwa “menurut kepercayaan orang-orang yang memperhitungkan hari/waktu sesuai dengan weton dan perhitungan jawa kuno, malam jum’at kliwon dianggap sebagai waktu yang baik untuk berdo’a dan berhubungan dengan leluhur-leluhur mereka”. Memang pada kenyataannya selain hari kamis pemakaman-pemakaman (baik tokoh masyarakat atau umum) tampak sepi, tidak tampak satu orang pun yang berziarah.
  
Lepas dari pro konra tentang hari-hari yang utama untuk melakukan ziarah kubur, ada beberapa tokoh islam “kuno” yang mengatakan bahwasanya pada hari kamis dan jum’at, orang-orang yang telah meninggal dunia dapat mengetahui para peziarah yang mengunjungi makamnya karena kemuliaan hari jum’at (Imam Ghozali, vol : 4, hal : 491), secara tidak langsung pendapat ini memberikan pelajaran bagi seseorang untuk berkunjung ke pemakaman disaat mereka (si mayit) mengetahui kedatangan para peziarah.
Memang dalam hal ini tradisi yang berperan penuh, apalagi masyarakat jawa yang tidak asing lagi penuh dengan bermacam-macam adat istiadat maupun budayanya, dan selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kebudayaan mereka. Seperti halnya dengan malam jum’at kliwon, diantara hari-hari besar islam pun juga seakan-akan menjadi magnet bagi para peziarah untuk mengunjungi makam saudara-saudaranya, hal ini pun juga terdapat berbagai alasan yang melandasinya, salah satunya ialah mengingat kematian para leluhur yang telah mendahului sehingga manusia ingat pada waktunya nanti akan menjumpai kematian, yang pada ujungya bisa berserah diri kepada Tuhan. Namun di dalam ajaran agama tidak ada ketentuan hari-hari tertentu untuk berkunjung ke makam-makam sanak saudara atau tokoh-tokoh masyarakat, sehingga pengkhususan hari-hari tersebut murni hanya berasal dari tradisi budaya masyarakat jawa. (www.darussalaf.com/27-10-2010)

2. Taburan bunga-bunga di atas makam

Hal yang terkesan lumrah namun perlu di kaji lebih dalam mengenai apa esensi dari tujuannya  ini tentunya sudah bukan menjadi sesuatu yang jarang terlihat oleh mata, yakni “taburan bunga”, karena hampir di setiap pemakaman pasti ada bunga dengan berbagai macam jenisnya tersebar di atasnya, lebih-lebih ketika bertepatan di daerah yang kental dengan adatnya dan hari-hari tertentu, seakan-akan wajib hukumnya setiap pemakaman terdapat bunga yang menghiasinya, seperti terlihat pada gambar di atas, ada berbagai macam bunga yang di taburkan.
Senada dengan “kesepakatan” sebagian besar masyarakat jawa, yakni hari kamis kliwon sebagai hari yang paling di gemari untuk berziarah bagi kebanyakan masyarakat, hari itu juga banyak di temukan makam-makam yang bertaburan bunga-bunga di atasnya, selain itu hari kamis dan jum’at tidak kalah “menggiurkan” bagi para peziarah untuk menaburkan berbagai macam jenis bunga di atas pemakaman sanak saudara.
Hal ini juga menjadi perhatian bagi sebagian masyarakat lain yang mampu memanfaatkan momen-momen dimana masyarakat berduyun-duyun mencari berbagai jenis bunga dengan menjual bunga-bunga yang memang diperuntukkan ziarah makam, dan ternyata hasilnya pun juga lumayan jika di pandang dari kesulitan/resiko yang di hadapi, berikut kami berikan hasil wawancara kami dengan salah satu penjual bunga di daerah Pandaan, Pasuruan yang kami laksanakan pada 04-November-2010 (kamis legi) :
Kami (Q) : Bu numpang Tanya ya, apa ibu jualan bunga ini setiap hari?
Penjual (P) : ya tidak nak, cuma hari kamis saja, selain itu tidak
(Q) :  berapa harga perbungkusnya bu?
(P) : kalau kamis biasa harganya seribu perbungkus, tapi kalau kamis kliwon harganya lima ribu nak
(Q) : kalau rame bisa dapat berapa bu perhari?
(P) : he.. he.. kalau rame ya bisa dapat 300 ribu perhari nak (waw…)
(Q) : waduh banyak juga ya bu!!!, kalau bulan puasa dapat berapa bu?
(P) : oo.. kalau bulan puasa malah lebih banyak nak, sehari bisa dapat 1 juta
Berbagai tujuan pun dilontaran oleh mereka, ada yang mengatakan hanya sebagai “pantes-pantesan”, ada pula yang mengatakan hanya ikut-ikutan sama orang tua terdahulu. Menurut Arif Wibisono S.Sos. sang kolektor benda-benda kuno, bunga-bunga itu hanya sebagai media penghormatan (bisa di istilahkan dengan yang lain) kepada yang sudah mendahului kita termasuk makhluk-makhluk Allah di alam yang lain. Seperti halnya orang membuat keris pada zaman dahulu yang di basuh dengan berbagai macam air bunga.
Di tinjau dari pandangan agama memang “Nabi Muhammad SAW pernah mengambil dua pelepah kurma yang kemudian diletakkan di atas dua makam, karena beliau melihat bahwa penghuni makam itu sedang disiksa karena perkara yang remeh, sahabat bertanya, apakah pelepah kurrma itu dapat bermanfaat bagi penghuni makam itu?, nabi menjawab : iya, dua pelepah kurma itu akan meringankan siksaan mereka selama pelepah kurma itu belum kering” (Abu Bakar Asy-Syatho’, vol : 2, hal : 119 ), dengan dasar inilah tokoh-tokoh kuno islam juga menganjurkan untuk meletakkan bunga-bunga di atas makam.
Dinamika kebudayaan ini di sisi lain sesungguhnya menunjukkan keragaman hasil cipta, rasa, dan karsa manusia di bumi Nusantara, yang dengan adanya hal itu menunjukkan kecerdasan warga pada suatu bangsa, inilah kenyaan yang patut di syukuri oleh rakya Indonesia. Semoga budaya ini dapat memberikan nilai-nilai yang positif bagi kehidupan manusia.












DAFTAR PUSTAKA

-          Tempat pemakaman umum di daerah Wonoayu, Gempol, Pasuruan
-          Wawancara dengan penjual bunga di daerah Pandaan, Pasuruan
-          Wawancara dengan Arif Wibisono (kolektor barang-barang kuno)
-          Asy-Satho’, Abu Bakar : I’anatut Tholibiin, Vol : II, Hal : 119, Pustaka Pethuk  2005, Kediri
-          Al-Ghozali, Abu Bakar : Ihya ‘Ulumiddin, Vol : IV, Hal : 491, Pustaka Pethuk, 2008, Kediri
-          www.darussalaf.com


0 komentar:

Posting Komentar